Kekalahan
Sang Preman
Pelaku :
1. Suparli 5. Sarti
2. Suparman 6. Pemuda 1
3. Minah
7. Pemuda 2
4. Martina
8. Mas Anang
Pada
suatu sore dua orang preman tengah berjalan menyusuri Pasar Minggu. Mereka
adalah Suparli dan Suparman. Dua preman ini adalah sosok yang sangat ditakuti
oleh para pedagang di Pasar Minggu. Suparli dan Suparman terkenal sebagai
preman yang kasar, bengis, dan suka meminta uang setoran yang tak jelas kepada
pedagang sebagai pajak karena telah berdagang di area kekuasaannya. Jika ada
yang tidak memberikan uang setoran mereka akan bertindak yang sewenang-wenang.
Namun sekarang Suparli dan Suparman melakukan tindakan yang kelewatan.
Suparli :
(pandangan tajam) Mana uang
setoranmu?
Minah :
(sangat takut) Ma-maaf Tuan, bukankah
dua hari yang lalu saya sudah memberi uang setoran kepada Tuan?
Suparli :
Ini peraturan baru. Wahai pedagang Pasar Minggu! Mulai saat ini setiap dua hari
sekali kalian harus menyerahkan uang setoran 50% dari pendapatan kalian. Ini
peraturan baru. Jika ada yang berani melanggar itu artinya kalian berani
menantang kami.
Suparman : (marah)
Uang setoranmu Minah? Cepat!
Minah :
(tak berani memandang wajah Suparli dan
Suparman) Tapi Tuan saya sedang tidak memiliki uang banyak. Anak saya
sedang sakit dan memerlukan biaya pengobatan.
Suparman : Itu bukan urusanku. Mana uangnya?
Cepat!
Suparli :
Minah....!
Suparman : (dengan
nada keras) Cepat berikan uangnya!
Minah :
(hampir menangis) Tapi Tuan saya
sedang membutuhkan.
Suparli :
Ooo..., kau berani melawan kami?
Minah :
(mulai meneteskan air mata) Ampun
Tuan... .
Suparli :
Cepat 50%!
Minah :
Tapi Tuan! (seraya memberikan uang
miliknya dengan berat hati)
Suparman : Nah bagus. Ayo! (pergi dengan cepat dan menghampiri pedagang lain)
Dua preman itu
menghampiri pedagang yang lain. Kebetulan ada pedagang baru yang singgah di
area kekuasaannya. Pedagang baru itu adalah Martina.
Suparli :
(tertawa) Hahaha..., rupanya kita ketiban rezeki Parman, ada pedagang baru
rupanya.
Suparman : Siapa namamu?
Martina : (takut) Nama saya Martina, ampun Tuan saya belum ada rezeki. Saya
benar-benar sedang tidak memiliki uang hari ini. Saya mohon Tuan jangan paksa
saya, ampun.
Suparli :
Oke tak masalah, karena kau ini adalah pedagang baru dan hari ini kau tidak
bisa menyerahkan uang setoran kepada kami jadi aku putuskan kami akan menagih besok
sore. Jika sampai besok sore kau tidak menyerahkan uang setorannya kau akan
tahu sendiri akibatnya.
Martina : Terima kasih Tuan. (sedikit legah)
Suparman : Jangan senang dulu, tapi sebagai
hukumannya kami akan meminta tambah 20%, jadi kau harus menyerahkan uang
setoran kepada kami 70% dari pendapatanmu.
Martina : (kaget) Apa70%?
Suparli :
Kenapa? Ada yang salah? (berkata dengan
suara kasar)
Martina : Itu besar sekali Tuan. Bagaimana
saya menghidupi keluarga saya kalau uang pendapatan saya harus dipotong 70%?
Suparman : Itu peraturan untuk pedagang baru di
sini. Lagian itu hanya sekali,
seterusnya kau hanya memberikan cukup 50% saja.
Martina : Tapi Tuan.
Suparli :
(berteriak kasar) APA? KAU TAK
SANGGUP?
Suparli dan Suparman
meminta uang setoran pada setiap pedagang tanpa ada rasa belas kasihan. Setelah
menyusuri sekitar 200 meter, mereka juga menemukan pedagang baru yang tengah
sibuk menata barang dagangannya.
Suparman : Parli, kita benar-benar ketiban rezeki.
Suparli :
Ya kau benar, sekarang area kekuasaan kita menjadi lebih ramai. Rupanya banyak
pedagang dari daerah sebelah yang pindah ke area kita.
Suparman : Menurutmu apa penyebabnya?
Suparli :
Tak lain lagi, sebelumnya di Pasar Minggu ini kan ada konser dan bintang
tamunya saja Nikita Willy, sudah jelas banyak para pedagang yang pindah ke area
sini.
Suparman : Ayo kita ke sana! (membelok ke arah kanan)
Suparli :
Hei! Siapa namamu?
Sarti : (senang) Halo Mas-mas, mau beli ayo
silakan pilih! Pokoknya harganya murah-murah untuk Mas. Ya udah khusus untuk Mas-mas diskon deh 40%. Ayo Mas dipilih! Ini semua masih baru-baru kok Mas. (masih menata barang dagangannya)
Suparman : Pedagang sialan. Kami tanya siapa
namamu? Kami tidak butuh daganganmu.
Sarti :
(agak mulai takut) kok marah Mas.
Nama saya Sartika, panggil saja saya Mamak Sarti. Ada apa tho Mas kok sampai marah segitunya?
Suparli :
Asal kau tahu kami adalah penguasa area Pasar Minggu ini dan kau tahu peraturan
di sini?
Sarti : (tak mengerti) Memangnya apa?
Suparman : Tiap pedagang harus menyetorkan uang
kepada kami tiap dua hari sekali sebesar 50% dari pendapatannya.
Sarti :
(tak mengerti) Untuk apa?
Suparli :
Itu sudah menjadi kewajiban pedagang di sini. (matanya melotot)
Suparman : (berkata
keras dan kasar) SEKARANG CEPAT BERIKAN 50%!
Sarti :
Ampun Mas. Saya sedang tidak punya uang sepeser pun.
Suparman : (berteriak)
APA KAU BILANG?
Sarti :
Saya benar-benar tidak punya uang. Ampun.
Suparli :
Baiklah kami tidak akan meminta setoran hari ini tapi besok sore kami akan
menagih kepadamu tapi kau harus memberikan 70% sebagai hukuman karena kau tidak
bisa memberikan sekarang.
Sarti :
(sangat kaget) Apa 70%?
Suparman : KAU MASIH MENANTANG? (sangat marah)
Sarti :
(hampir menangis) Ampun..., ampun.
Malam
harinya Minah dan Martina memikirksn sesuatu untuk menghentikan tindakan
Suparli dan Suparman. Minah sudah tidak tahan terhadap perlakuan Suparli dan
Suparman yang terus meminta uang setoran kepadanya. Akhirnya Martina memiliki
ide untuk menghentikan tindakan dua preman itu.
Martina : Aku tahu cara menghentikannya.
Tetapi kita harus diam-diam agar Suparli dan Suparman tidak tahu rencana kita.
Minah :
(memandang Martina penuh harap) Apa
rencanamu? Aku sudah tidak tahan lagi.
Martina : Lebih baik kita laporkan saja masalah
ini kepada pihak kepolisian untuk menghentikan perilaku mereka. (tengok kanan kiri dan berkata dengan suara
lirih)
Minah :
Semua pedagang di sini diancam supaya tidak melaporkan kepada polisi, semua
pedagang takut melakukan itu. Tuan Suparli dan Suparman bisa bertindak jahat
terhadap kita kalau mereka tahu kita melaporkannya.
Martina : Buat apa kita takut, semua ini
untuk kesejahteraan kita. Kita harus berani melakukan tindakan yang benar untuk
menghentikan perilaku Suparli dan Suparman itu. Sampai kapan semua ini akan
berakhir kalau tidak ada upaya penyelesaian. Bu Minah kau tak usah takut.
Minah : Tapi kita akan lapor
kepada siapa? Di sini jauh dari kepolisian.
Martina : (tersenyum) Tenang kita akan laporkan masalah ini kepada Mas Anang.
Minah :
Siapa Mas Anang?
Martina : (berkata seraya berdiri dan menarik tangan Minah) Orang hebat. Ayo!
Lebih baik kita laporkan sekarang.
Minah :
Kau yakin ini akan membantu?
Martina : (tersenyum)
Minah dan Martina
berangkat menuju rumah Mas Anang. Sekitar 15 menit mereka sampai di rumah Mas
Anang.
Mas Anang : (berkata
dengan ramah) Ada apa Mbak Martina ke sini? Tidak biasanya.
Martina : (seraya duduk) Kami berdua mau meminta bantuan Mas Anang.
Mas Anang : Bantuan apa?
Martina : (berkata dengan tenang dan suara datar) Begini Mas, di tempat kami
berdagang ada dua preman yang meresahkan para pedagang. Dua preman itu sering
meminta uang setoran kepada pedagang dengan paksa. Para pedagang tak mampu
mengatasinya. Jadi kedatangan kami bermaksud meminta bantuan Mas Anang untuk
mengatasi masalah ini.
Minah :
(berkata dengan sedih) Iya Mas, kami
para pedagang tak mampu berbuat apa-apa. Saya mohon kesediaan Mas Anang untuk
membantu. Saya sudah tak tahan atas perbuatan Suparli dan Suparman itu.
Mas Anang : Memangnya seberapa buruk yang telah
mereka perbuat?
Minah :
Mereka selalu meminta uang setoran 50% dari pendapatan pedagang. Apalagi
sekarang mereka telah membuat peraturan baru yang kelewatan. Para pedagang
harus memberikan setoran dua hari sekali. Saya takut Mas Anang, bagaimana memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga saya kalau uang pendapatan saya terus dipotong?
Mas Anang : (berpikir
sejenak)
Martina : Dua preman itu akan datang kembali besok
sore untuk menagih uang setoran kepadaku.
Mas
Anang : Baiklah aku akan membantu
semampuku untuk mengatasi masalah tersebut. Memangnya sudah berapa lama
kejadian itu terjadi?
Minah :
Satu bulan.
Mas Anang : Kenapa Ibu baru lapor sekarang?
Minah :
Para pedagang tak berani melawan Tuan Suparli dan Suparman, mereka sangat kasar
sekali.
Mas
Anang : Baiklah, besok sore kalian
tetap melakukan aktivitas seperti biasanya. Aku akan merencanakan sesuatu untuk
mengatasi masalah itu.
Minah :
(seraya berdiri) Terimakasih.
Martina : Terimakasih Mas Anang.
Mas Anang : (tersenyum)
Ya sama-sama.
Sore
harinya Suparli dan Suparman menemui Martina untuk meminta uang setoran kemarin
dan kebetulan Sarti juga berjualan di samping Martina. Suparli dan Suparman
meminta uang setoran 70% kepada mereka berdua. Perkataannya sangat kasar
sehingga membuat Martina dan Sarti takut. Minah yang berada di sampingnya pun
hanya menundukan kepala tak berani mengucapkan sepatah kata apapun. Suasana
sangat menegangkan, Minah berharap Mas Anang segera datang dan menghentikan
Suparli dan Suparman.
Suparli :
Kebetulan sekali kalian berdua berada di sini, mana uang setoran kemarin?
Martina : Ma-maaf Tuan, dagangan saya belum
laku jadi saya tidak memiliki uang.
Suparli :
(dengan suara sangat kasar) APA KATAMU?
Sarti : (agak takut) Begitupun saya Tuan, sudah satu jam saya duduk di sini
tetapi belum juga ada pembeli. Bagaimana saya memberikan uang setoran kalau
tidak ada pembeli. Maaf Tuan saya tidak bisa memberikan uang setoran hari ini.
Suparman : KURANG AJAR KALIAN. KALIAN BERDUA
BERANI BERMAIN-MAIN DENGAN KAMI? (Suparman
menatap mereka berdua dengan marah)
Sarti :
Benar Tuan, saya tidak memiliki uang hari ini.
Suparli :
Alasan, pasti itu rencana kalian agar bisa menghindar dari kami.
Martina : (meyakinkan) Sungguh Tuan.
Pemuda
1 : (suara muncul tiba-tiba dari belakang Suparli dan Suparman) Hey
kalian, beraninya kalian meminta setoran kepada pedagang demi keuntungan kalian
sendiri. Kalian tidak memikirkan bagaimana sulitnya mencari uang, kalian dengan
seenaknya meminta uang kepada mereka.
Suparli :
(memalingkan pandangan) Kau ini
siapa? Kau tidak berhak ikut campur.
Pemuda 2 : Kami berhak ikut campur. Tindakanmu
adalah masalah bagi kami.
Mas
Anang : (Muncul dengan tiba-tiba dari belakang Sarti) Kalian berdua berani
sekali meminta uang setoran kepada pedagang di sini.
Suparman : (menoleh
ke arah Mas Anang dengan wajah tak senang)
Suparli :
Memangnya kenapa? Ini area kekuasaan kami.
Mas
Anang : (Memegang pistol dan mengarahkannya pada Suparman) Apa? Area
kekuasaanmu? Apa aku tak salah dengar?
Dorrr. Peluru mengenai
kaki kiri Suparli. Suparli jatuh tak kuasa menahan tubuhnya sedangkan Suparman kaget
dan bingung kemudian langsung kabur menghindar dari Mas Anang.
Suparli :
(berteriak dengan nada rintihan kesakitan)
Parman! Tolong aku!
Martina, Minah, dan
Sarti langsung berlari menuju arah Suparli dan mencengkeram erat kedua tangannya
supaya tidak kabur, sementara Pemuda 1 dan Pemuda 2 mengejar Suparman yang
telah lolos.
Mas Anang : Amankan Suparli ini! Jangan sampai
kabur!
Sarti :
(menganggukan kepala) Baik komandan.
Mas Anang langsung
berlari ke arah berlawanan.
Mas
Anang : (tersenyum) Hey mau kemana kamu? Sekarang kamu tidak akan bisa
kabur.
Suparman : (kaget
melihat Mas Anang berada di depannya dengan tiba-tiba) Siapa kamu? Jangan sok jadi pahlawan di sini!
Mas
Anang : Akulah orang yang akan menghentikan
dan menangkapmu dan tentunya membebaskan
para pedagang dari peraturan yang kau buat itu.
Suparman : KAU TAK KAN BISA!
Pemuda 1 : (Muncul
dari arah belakang Suparman) Mau kemana kau?
Pemuda 2 : (Muncul
dari arah samping) Kau tidak akan bisa lari lagi sekarang.
Mas Anang : Sekarang kamu tak bisa berkutik lagi.
Menyerahlah kau!
Suparman kebingungan,
ia langsung nekat berlari ke arah Pemuda 1. Dorrrrrrrrr. Mas Anang berhasil
melemahkan Suparman dengan tembakan tepat di kaki kanannya. Pemuda 1 dan Pemuda
2 memegangi kedua tangan Suparman dengan erat.
Suparman : Lepaskan aku! Toloooooong!
Mas Anang : (dengan
tegas) Diam kamu!
Suparman : Siapa kau ini sebenarnya? Apa tujuanmu
keparat?
Pemuda 1 : (marah)
Bicara yang sopan!
Mas
Anang : Asal kau tahu Suparman,
sebenarnya aku sudah mengawasimu satu minggu ini. Aku selalu memantau
gerak-gerikmu setiap hari, dan perlu kau tahu Suparman, Sarti itu adalah
penjual yang aku perintah untuk berjualan di sini guna memantau gerak-gerikmu
lebih dekat. Satu lagi aku ini adalah mantan ketua polisi dan akhirnya aku bisa
menangkapmu dan menghentikan perbuatanmu.